Trenggalek - Trenggalek, Jawa Timur, menerima deviden penyertaan modal di Bank Jatim sebesar Rp3,2 miliar atau 23 persen dari total dana yang disimpan sebesar Rp16 miliar selama kurun 2013.
“Setahu saya hanya 23 persen, bukan 47 persen seperti komitmen awal Bank Jatim,” kata Hartoko, Sekretaris Dinas Pengelola Keuangan dan Asset Daerah (DPKAD) Kabupaten Trenggalek, seperti dikutip dari antarajatim.com.
Menyusutnya persentase dividen tersebut menjadi sorotan sejumlah pihak, khususnya dari kalangan DPRD. Karena berdasar komitmen awal Bank Jatim bersedia memberikan bagi hasil keuntungan dari dana penyertaan modal itu sebesar 47 persen atau sekitar Rp7 miliar.
Hartoko mengaku tidak tahu persis pertimbangan pemberian dividen sebesar 23 persen tersebut. Kebijakan itu menjadi otoritas Bank Jatim. “Persisnya bagaimana saya tidak tahu,” kilahnya.
Penyertaan modal yang bersumber dari dana kas daerah sebesar Rp16 miliar pada tahun anggaran 2013 itu sendiri akhirnya “bermasalah”, menyusul penyelidilkan yang dilakukan kejaksaan negeri setempat.
Selain kebijakan penyertaan modal itu dinilai melanggar hukum karena dilakukan pemerintah daerah sebelum payung hukum dibuat, dana yang tersimpan di Bank Jatim tersebut juga tidak tercantum dalam APBD induk 2014. Dan juga penyertaan modal dilakukan saat kondisi keuangan Kabupaten Trenggalek dalam kondisi defisit, sehingga sesuai aturan tidak diperbolehkan ada penyertaan modal untuk BUMD.(jok)
“Setahu saya hanya 23 persen, bukan 47 persen seperti komitmen awal Bank Jatim,” kata Hartoko, Sekretaris Dinas Pengelola Keuangan dan Asset Daerah (DPKAD) Kabupaten Trenggalek, seperti dikutip dari antarajatim.com.
Menyusutnya persentase dividen tersebut menjadi sorotan sejumlah pihak, khususnya dari kalangan DPRD. Karena berdasar komitmen awal Bank Jatim bersedia memberikan bagi hasil keuntungan dari dana penyertaan modal itu sebesar 47 persen atau sekitar Rp7 miliar.
Hartoko mengaku tidak tahu persis pertimbangan pemberian dividen sebesar 23 persen tersebut. Kebijakan itu menjadi otoritas Bank Jatim. “Persisnya bagaimana saya tidak tahu,” kilahnya.
Penyertaan modal yang bersumber dari dana kas daerah sebesar Rp16 miliar pada tahun anggaran 2013 itu sendiri akhirnya “bermasalah”, menyusul penyelidilkan yang dilakukan kejaksaan negeri setempat.
Selain kebijakan penyertaan modal itu dinilai melanggar hukum karena dilakukan pemerintah daerah sebelum payung hukum dibuat, dana yang tersimpan di Bank Jatim tersebut juga tidak tercantum dalam APBD induk 2014. Dan juga penyertaan modal dilakukan saat kondisi keuangan Kabupaten Trenggalek dalam kondisi defisit, sehingga sesuai aturan tidak diperbolehkan ada penyertaan modal untuk BUMD.(jok)
0 komentar:
Posting Komentar